Minggu, 22 Mei 2011

الاصل في الكلام الحقيقة و اذا تعذرت الحقيقة يصارالى المجاز




OLEH:احيا الفا رسي

A.    Pendahuluan

Bismillahirrohmannirrahim salah satu kekayaan  dan khazanah peradaban  islam di dalam bidang  hukum yang masih jarang ditulis adalah qaidah fiqh ,sedangkan ilmu yang sudah banyak diperkenalkan , dipelajar dan dianalisis oleh cendikiawan baik itu yang beragama islam maupun yang non islam antara lain ilmu hadist,tafsir,ushul fiqih dan fiqih,ilmu kalam,dan tasawwuf,walaupun di bidang ini pun masih terus menerus memerlukan koreksi.elaborasi ,kombinasi ,dan di kembangkan sebagai alat dan media dalam mewujudkan islam sebagai rahmatan lil AL  -alamin.




PEMBAHASAN

A.Qaidah Al-ashlu fi Al –kalm Al-haqiqah

الاصل في الكلام الحقيقة
Artinya: ‘’Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya’’

Pada dasarnya  perkataan itu menurut asalnya adalah haqiqat,tetapi apabila di palingkan dengan perkataan lain seperti halnya majaz atau kiasan dalam bahasaindonesia misalnya: majaz Ironi,majaz personifikasi,majas metafora,dan lain sebagainya[1].Sebenarnya qaidah tersebut lebih dekat dimasukan ke dalam kelompok kaidah ushul dari pada qaidah fiqh.alasanya,qaidah ini berkenaan dengan kebahsaan.sedangkan qaidah qaidah bahasa berhubungan erat dengan arti yang terkandung dalam Al-Qur an dan Al-Hadist.

Menurut makna yang rajih (kuat)perkataan itu dibawa kepada makna hakiki(yang sebenarnya)dan bukan pada makna majazi ,apabila hal itu memungkinkan .berdasarkan perinsip ini,akad-akad dan tindakan yang dilakukan oleh manusia dapat ditafsirkan .maka orang yang berkata,’’Saya mewakafkan rumahku ini kepada anak-anakku,kemudian kepada fakir  miskin,’’maka wakaf itu di berikan kepada anak-anak kandungnya,dan tidak di berikan kepada cucu-cucunya ,karena kata’’anak-anakku``hanya ditujukan kepada mereka saja ,dan tidak termasuk cucu-cucu dari orang yang mewakafkan ,apabila anak-anaknya masih ada.[2]





Sebagai contohnya adalah Apabila seseorang mengatakan ,’’rumah ini milik zaid,’’
Maka ini merupakan pengakuan atas kepemilikan rumah tersebut(yaitu milik zaid).
Sekalipun dia mengatakan ,yang saya inginkan dari perkataan saya adalah bahwa rumah itu
Adalah tempat tinggal zaid dan bukan milik zaid , maka ucapannya seperti ini tidak dapat diterima[3] dan seperti juga dalam halnya kasus sumpah ,contohnya Seseorang bersumpah untuk tidak menjual dan tidak membeli ,atau tidak menyewa ,atau semacamnya,maka dia tidak dihukumi melanggar sumpahnya itu kecuali dengan melakukan jual beli dan sewa menyewa yang benar secara syariat dan bukan melakukan akad yang rusak .sebab,hakikat dalam syariat islam berhubungan dengan yang benar saja dan bukan dengan yang rusak[4]

B.     اْذ تعذرت الحقيقة يصارالى المجاز
Artinya: Apabila makna hakiki berhalangan maka dibawa kemakna majazi
Yang di maksud dengan berhalanganya makna hakiki adalah tidak mungkinnya membawa
Perkataan kepada makna yang hakiki(sebenarnya).ketidak mugkinan ini dikarenakan tidak
Adanya makna yang sebenarnya ini diluar ,sehingga perkataan itu di bawa kepda majaz i,
Seperti apabila seseorang mengatakan ,’’Saya wakafkan rumah saya ini kepada anak-anak saya,’’sedangkan dia tidak memiliki anak kandung,kecuali cucu cucunya yang sudah dianggap seperti
Anak anaknya .maka apabila mewakafkan ,wakafnya diberikan kepada mereka ,sekalipun lafazh anak
Anak itu dibawa kepada anak- anak kandung berdasarkan makna yang sebenarnya ,dan dibawa kepada cucu-cucunya berdasarkan makna majaz .akan tetapi membawanya kepada makna yang sebenarnya tidak mungkin karena ketiadaan anak-anak kandungnya[5]
Diantara cotonya juga adalah meniggalkan makna yang sebenarnya dan membiarkannya dengan dalil berupa teradisi dalam mendatangkan makna majazi dan bukan makna hakiki .maka perkataan orang yang mengatakan dalam sumpahnya’’demi Allah ,saya tidak akan menginjakkan kaki saya di dalam rumah  ini ‘’Maka dia dihukumi melanggar sumpah apabila masuk ke dalam rumah dalam keadaan berkenderaan ,dan tidak melanggar sumpah apabila dia  meletakkan kakinya tanpa masuk kerumah tersebut ,karena yang dimaksud dengan perkataanya didasarkan kepada tradisi dan adat yang berlaku ,yaitu masuk kedadalam rumah dan bukan hanya meletakkan ke dalam rumah tanpa masuk[6]




C.Dasar-dasar qaidah
Sumber qaidah ini berdasarkan nas Al-Qur an dan As-sunnah yang secara eksplisit memerintah untuk menghilangkan yang ada pada diri manusia dan keinginan untuk memepermudah bagi mereka ,dan semua yang berhubungan denagn keringanan ,semuanya menunujukkan pada otentitas dan di syaratkanya kaidah ini,sehingga menjadikan kita yakin bahwa tidak termasuk syariat islam apabila menyia nyiakan kehidupan manusia ,dan membebani mereka dengan apa yang tidak mampu mereka lakukan.diantara nash yang menunjukkan pada qaidah qaidah diatas adalah sebagai berikut:
1.     Al-Qur an
Allah SWT berfirman,
3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (
Artinya :Allah menghendaki kemudahan bagimu ,dan tidak menghendaki kesukaran bagimu’’
(Al-baqarah 185).

2.     Assunah
3.     Rasulullah SAW bersabda :
[7]بعثت با لحنفية السمحة.اخرجه احمد
Artinya :saya diutus dengan membawa agama yang lurus dan penuh toleransi’’







Simpulan

Berdasarkan pemaparan diatas dapat ditarik sebuah simpulan sebagai berikut :




hukum asli dari suatu kalimat itu adalah yang sebenarnya  ,kedua qaidah diatas itu menurut penulis masih sangat relevan pada zaman modern sekarang ini,karena orang yang menguasai maupun orang yang sekedar tau qaidah ini yaitu bertujuan untuk berhati hati ,telti dan waspada dalam kehidupan sehari hari baik itu dalam hal beribadah kepada Allah maupun dalam berinteraksi dengan orang lain.mungkin ini saja yang dapat kami sampaikan apabila banyak kesalahan dalam hal tulisan maupun ejaan kami memerlukan saran dan kritiknya yang bersifat membangun ,dan semoga ilmu yang kita pelajari ini dapat bermanfaat di dunia maupun di akhirat.

















·        DAFTAR RUJUKAN


·        Sayyid Abu Bakar al-Hudali Al-Yamani as-syafi`i.faroidu al-bahiyah fi Al-qawaid Al-fiqh.kudus:ma`tabah wa matba`ah,tt.Hlm:39


·        As-Suyuthi,Al-Asybah Wa An-Nazhair,hlm.86.Salim rustam baz<Syarh Al-majallah,hlm.24-25.


o   Salim rustam baz,syarh Al-majallah,hlm.25.As-suyuti,Al-asybah Wa An-nazhair,hlm.27.
·        AhmadAz-zarqa`,syarh Al-qawaid Al-fiqhiyyah,hlm.255.
·        Abdul hamid hakim.tanpa tahun,as-sullam.penerbit Sa`adiyah putra .jakarta:hlm.56


[1] Sayyid Abu Bakar al-Hudali Al-Yamani as-syafi`i.faroidu al-bahiyah fi Al-qawaid Al-fiqh.kudus:ma`tabah wa matba`ah,tt.Hlm:39
[2] As-Suyuthi,Al-Asybah Wa An-Nazhair,hlm.86.Salim rustam baz<Syarh Al-majallah,hlm.24-25.

[3] Salim rustam baz,syarh Al-majallah,hlm.25.As-suyuti,Al-asybah Wa An-nazhair,hlm.27.
[5] Salim rustam baz,syarh Al-majallah,hlm.25.Ahmad Az-zarqa`,syarh A-qawaid Al-fiqhiyyah,hlm.225.
[6] AhmadAz-zarqa`,syarh Al-qawaid Al-fiqhiyyah,hlm.255.
[7] Abdul hamid hakim.tanpa tahun,as-sullam.penerbit Sa`adiyah putra .jakarta:hlm.56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar